BAB I
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Keambiguitasan dalam
dunia bahasa sering terjadi dikarenakan penggunaan bahasa yang kurang tepat.
Relasi makna yang berlangsung tidak berlangsung dengan baik sehingga
keambiguitasan muncul dari pernyataan yang ditutur oleh pengguna bahasa. Selain
itu pola kognitif seseorang sangat berhubungan dengan proses perkembangan
bahasa yang dimiliki secara individu. Makin banyak perbendaharaan makna, serta kemampuan
memahami struktur penggunaaan suatu bahasa baik bahasa asing atau bahasa ibu
dengan baik dan mampunya mengapresiasikan informasi makna yang benar mampu
mengurangi terjadi keambiguitasan dalam penggunaan bahasa.
Ambiguitas dalam segi
semantik itu sendiri hampir sama dengan homonimi dan polisemi, namun yang
membedakan ketiganya adalah objek penelitian atau analisisnya. Pada homonimi
dan polisemi lebih condong menganalisis pada struktur kata dan frase. Sedangkan
pada ketaksaan atau ambiguitas lebih terfokus pada suatu konteks kalimat yag
memiliki arti yang ganda atau arti yang kurang dapat dipahami. Dalam bahasa
Jepang jika berhadapan langsung dengan kegiatan percakapan bahasa lisan maka
sering ditemui makna yang ganda atau sulit dipahami. Memaknai suatu konteks
kalimat bagi semua bahasa memiliki banyak cara serta banyaknya teori-teori yang
mendukung menggunaan apresiasi makna tersebut.
Dengan adanya makalah
ini, penulis berharap mampu memahami penggunaan teori kognitif dalam analisis
keambiguitasan.
1.2
Rumusan masalah
- Apa yang dimaksud dengan Informasi makna?
- Apa hubungan Teori Kognitif dengan ketaksaan?
- Apakah pada kalimat 「雨が降りそうだ」terjadi suatu keambiguitasan makna?
- Pada pola kalimat 「雨が降りそうだ」mengandung makna apa saja?
1.3
Tujuan
- Agar dapat memahami maksud Informasi makna.
- Agar dapat memahami hubungan Teori Kognitif dengan ketaksaan.
- Agar dapat memahami adanya keambiguitasan pada kalimat 「雨が降りそうだ」.
- Agar dapat memahami adanya informasi makna apa saja pada kalimat 「雨が降りそうだ」.
BAB II
Kerangka Teori
2.1 Ilmu Makna
Makna merupakan aspek penting dalam sebuah bahasa karena dengan makna
maka sebuah komunikasi dapat terjadi dengan lancar dan saling dimengerti.
Tetapi seandainya para pengguna bahasa dalam bertutur satu sama lain tidak
saling mengerti makna yang ada dalam tuturannya maka tidak mungkin tuturan
berbahasa bisa berjalan secara komunikatif. Di sini dituntut antara penutur dan
lawan tuturnya harus saling mengerti makna bahasa yang mereka tuturkan.
Aspek makna terdiri atas empat, yaitu pengertian, perasaan, nada, dan
tujuan. Keempat aspek makna tersebut dapat dipertimbangkan melalui pemahaman
makna dalam proses komunikasi sebuah tuturan. Makna pengertian dapat kita
terapkan di dalam komunikasi sehari-hari yang melibatkan tema, sedangkan makna
perasaan, nada, dan tujuan dapat kita pertimbangkan melalui penggunaan bahasa,
baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah.
A. Jenis
Makna
Para ahli telah mengemukakan berbagai jenis makna dan yang akan
diuraikan di sini beberapa jenis makna:
1. Makna
Sempit
Makna sempit (narrowed
meaning) adalah makna yang lebih sempit dari keseluruhan ujaran. Makna yang
asalnya lebih luas dapat menyempit, karena dibatasi. Bloomfield mengemukakan
adanya makna sempit dan makna luas di dalam perubahan makna ujuaran.
Makana luas dapat menyempit, atau suatu kata yang asalnya memiliki makna
luas(genetik) dapat menjadi memiliki makna sempit (spesifik), karena dibatasi.
2.Makna luas
Makna luas (qidened meaning atau extended meaning di dalam bahasa
inggris) adalah makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang
diperkirakan. Kaa-kata yang berkonsep memiliki makna luas dapat muncul dari
makna yang sempit.
Kata –kata yang memiliki makna luas digunakan untuk mengungkapkan
gagasan atau ide yang umum, sedangkan makna sempit adalah kata-kata yang
bermakna khusus atau kata-kata yang bermakna luas dengan unsure pembatas. Kata-kata
bermakna sempit digunakan untuk menyatakan seluk-beluk atau rincian gagasan
(ide) yang bersifat umum.
3.Makna Kognitif
Makna kognitif disebut juga makna deskriptif atau denotatif adalah makna
yang menujukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan
(bandingkanlah dengan makna konotatif dan emotif). Maka kognif adalah makna
lugas, makna apa adanya. Makna kognitif tidak hanya dimiliki kata-kata yang
menujuk benda-benda nyata, tetapi mengacu pula pada bentuk-bentuk yang makna
kognitifnya khusus dan termasuk pula partikel yang memiliki makna relasional. Makna
kognitif adalah makna sebenarnya, bukan makna kiasan atau perumpamaan.
4.Makna Konotatif dan Emotif
Makna konotatif adalah makna yang muncul dari makna kognitif (lewat
makna kognitif), ke dalam makna kognitif tersebut ditambahkan komponen makna
lain. Makna konotatif atau emotif sangat luas
dan tidak dapat diberikan secara tepat.
Makna kognitif dibedakan dari makna konotatf dan emotif berdasarkan
hubungannya, yakni hubungan antara kata dengan acuanya atau hubungan kata
dengan denotasinya (hubungan antara kata (ungkapan) dengan orang, tempat,
sifat, proses, dan kegiatan luar bahasa (denotata kata)); dan hubungan aktara
kata (uangkapan) dengan ciri-ciri tertentu (disebut konotasi kata (ungkapan)
atai sifat emotif kata (ungkapan).
Makna konotatif dan emotif dapat bersifat incidental. Makna emotif
adalah makna yang melibatkan perasaan (pembicara dan pendengar; penulis dan
pembaca) ke arah yang positif. Makna ini berbeda dengan makna kognitif
(denotatif) yng menujukkan adanya hubungan atara dunia konsep (reference)
dengan kenyataan, makna emotif menujuk sesuatu yang lain yang tidak sepenuhnya
sama dengan yang terdapat dalam dunia kenyataan.
5.Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambing benda,
peristiwa,dll; makna leksikal ini dimiliki unsure-unsur bahasa secara
tersensiri, lepas dari konteks. Semua makna ( baik bentuk dasar maupun bentuk
tuturan) yang ada dalam disebut makna leksikal.
Makna gramatiakal adalah makna yang menyangkut hubungan antra bahasa,
atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di dalam
kalimat. Di dalam sematik makna gramatikal debedakan dari makna leksikal. Dan
masih banyak jenis makna lain yang tidak dapat dijelaskan karena keterbatasan
ruang.
2.2 Ambiguitas
Ketaksaan atau ambiguitas merupakan bagian dari makna bahasa yang
terdapat dalam sebuah tuturan atau tulisan. Ketaksaan atau ambiguitas dapat
terjadi pada semua tataran bahasa, baik kata, frase, klausa, kalimat, maupun
sebuah wacana. Ketaksaan atau ambiugitas sering digunakan oleh para penutur
dengan maksud-maksud tertentu, yang kadang-kadang sengaja dia buat untuk
menyembunyikan maksud tuturannya yang sebenarnya, ini biasanya untuk menyindir
seseorang namun dengan perkataan yang tidak dengan sesungguhnya.
Dalam bahasa lisan penafsiran ganda ini mungkin tidak akan terjadi
karena struktur gramatikal itu dibantu oleh unsure itonitas. Tetapi di dalam
bahasa tulis penafsiran ganda ini dapat saja terjadi jika penanda-penanda ejaan
tidak lengkap diberikan.
BAB III
Pembahasan
3.1
Informasi Makna
Pemaknaan dalam pembahasaan memiliki macam-macam jenis pemaknaan, jika
suatu kata, frase atau kalimat sulit untuk dimaknai atau memiliki lebih dari
satu makna maka jika itu terjadi dalam satu bentuk kata maka menyangkut dalam
sinonimi atau polisemi, sedangkan untuk kegandaan makna dalam suatu pola
kalimat maka dapat dimasukkan kedalam bentuk ketaksaan atau ambiguitas.
Konteks kalimat「雨が降りそうだ」memunculkan
ambiguitas yakni antara makna sebenarnya dari konteks kalimat tersebut dan
konsep munculnya kalimat tersebut. Ambiguitas itu sendiri sering digunakan oleh
pengguna bahasa dalam konteks kalimat menyindir, atau sering juga munculnya
keambiguitasan saat penggunaan notasi dalam bahasa lisan yang salah sehingga
terjadinya keambiguitasan dalam suatu kalimat lisan tersebut. Jika
keambiguitasan itu terjadi dalam bahasa tulisan, umumnya dapat terjadi jika
kurangnya tanda baca atau salahnya menberian tanda baca pada satu bentuk pola kalimat.
Dalam
konteks kalimat「雨が降りそうだ」meskipun sebuah pola kalimat yang sederhana namun
mampu memunculkan suatu keambiguitasan. Suatu pernyataan yang terbentuk dari
satu deretan kata dan frase yang membentuk pola kalimat mampu mengandung
informasi makna. Informasi makna yang terkandung dalam kalimat jika mampu
dicermati oleh lawan bicara menyatakan bahwa kalimat tersebut tidak mengalami
ambiguitas makna, namun jika kalimat tersebut memiliki lebih dari satu
informasi makna maka dapat di simpulkan kalimat atau pernyataan tersebut
mengalami keambiguitasan. Memaknai
kalimat yang mengalami keambiguitasan dapat dengan cara mengambil sudat pandang
jenis-jenis pemaknaan. Telah diketahui bahwa para ahli telah membagi-bagi jenis-jenis
pemaknaan. Dari penjelasan ini penulis akan menganalisis informasi makna ganda
yang terdapat pada pernyataan kalimat「雨が降りそうだ」.
3.2 Analisis
Teori kognitif pragmatik menyatakan jika suatu kalimat mampu mengandung lebih dari satu makna dimana makna yang sesungguhnya yakni makna yang mengandung makna sebenarnya (denotatif) sedangkan makna sampingan umumnya adalah mengandung makna bukan sebenarnya (konotatif). Pada kalimat「雨が降りそうだ」dapat diamati memiliki dua informasi makna ganda. Seperti menurut penjelasan dari S U B A N D I pada artikel “Ambiguitas Informasi Makna Ungkapan Penolakan Bahasa Jepang (Kajian Kognitif Pragmatik Jepang)”, bahwa Dalam pengembangannya pemaknaan pada kognitif semantik mencakup pada skema makna yang ada di dalam pikiran manusia Lecoff (1980). Artinya, untuk menemukan informasi makna bahasa tidak dapat hanya dilihat dari unsur struktur luarnya saja, tetapi harus juga dikembalikan kepada ide yang melatar belakanginya. Pada kalimat「雨が降りそうだ」 ini mengandung dua makna ganda dimana makna tersebut masing-masing bermaksud makna denotatif dan abtraktif. Yang dimaksud dengan makna denotatif seperti pada penjelasan di bawah ini.
Penjelasan:
雨が降りそうだ。(Hari ini kelihatannya akan hujan)
Dapat dilihat makna
yang sesungguhnya dalam bahasa Indonesia yakni kelihatannya akan turun hujan.
Pembicara menggunakan pola kalimat ini yakni dalam situasi melihat cuaca dan
mengetahui langit sedang berawan dan mengutarakan kalimat tersebut berguna
untuk meberikan informasi kepada lawan bicara jika sepertinya akan turun hujan.
Itulah yang dimaksud makna denotatif atau makna sebenarnya. Dalam jenis makna,
informasi makna di atas termasuk jenis makna kognitif. Namun dalam teori
kognitif selain mengedepankan makna sebenarnya teori ini juga mengambil sudut
pandang ide yang melatar belakangi adanya kalimat itu muncul atau dapat juga
disebut makna abstrak yang tak terlihat dalam konteks kalimat.
Elemen
penting dalam sudut pandang teori kognitif ini salah satunya yakni “Menggunakan sesuatu konsep yang
abstrak (peribahasa)” yang dimaksud dengan konsep abstrak ini dapat dijelaskan
dan ditemui pada kalimat 「雨が降りそうだ」.
Penjelasan:
雨が降りそうだ。 (Hari ini kelihatannya akan hujan) M1
Makna abtrak à (hari ini kita tidak
jadi pergi)
M2
Bagaimana
munculnya makna abtrak tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut,
“Hari ini kelihatannya
akan hujan” à makna pokok atau makna inti.
Sedangkan
keadaan cuaca yang mendung dapat melatarbelakangi penutur memunculkan makna
abtrak dalam kalimat tersebut. Jika kalimat intinya lebih mendominankan makna
pertama (M1) maka (M2) tidak begitu akan terlihat karena hanya tersirat saja. Jika
pada pola kalimat di atas lebih mengedepankan makna kedua (M2) maka dominan
untuk dapat memunculkan ide bahwa hari ini tidak jadi pergi karena keadaan
mendung. Pada (M2) ini lawan bicara diharapkan dapat mengedepankan konsep
pemahaman lawan penutur agar dapat memaknai konteks kalimat tersebut dengan
baik.
Setelah
dapat dipahami sudut pandang teori kognitif dalam konteks kalimat 「雨が降りそうだ」.
Dapat di analisis kembali pada konteks kalimat 『お金がたりなそうだ』/ sepertinya uang saya tidak cukup.
Analisis:
(M1)à makna denotatif bahwa
penutur tidak memiliki cukup uang untuk membeli sesuatu.
(M2)àmakna abtrak bahwa
penutur berharap lawan bicara meminjamkan uang untuk membeli suatu barang
karena tidak cukup uang untuk membeli suatu barang.
Ide
yang melatarbelakangi munculnya konsep pada (M2) yakni karena tidak cukupnya
uang dimiliki maka penutur memunculkan ide abtrak pada kalimatnya agar lawannya
dapat meminjamkan uangnya. Dengan penggunaan teori kognitif ini, lawan bicara
dapat menggali serta membaca informasi makna abtrak sesuai konsep dan pola
pikir yang dimaksud penutur dengan benar, sehingga terjadi komunikasi yang baik
antar pengguna bahasa.
Dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud makna abstrak dalam teori kognitif ini, yakni
mengedepankan pola pikir serta memunculkan ide pada penutur serta lawan penutur
dengan menggunakan kemampuan kogitif masing-masing pengguna bahasa. Semakin
tingginya kemampuan kognitif seseorang dalam berbahasa semakin mudahnya
seseorang untuk dapat memahami informasi makna ganda yang terkandung dalam
tiap-tiap tuturan kalimat lawan bicara sehingga semakin meminimalisir adanya
ketaksaan bahasa terutama dalam bahasa Asing.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan:
1) Informasi makna sangat
berperan penting dalam penggunaan bahasa karena dengan menganalisis informasi
makna dalam tiap konteks kalimat yang ada maka pengguna bahasa mampu menemui
adanya makna lebih atau ganda dalam suatu konteks kalimat.
2) Teori kognitif sangat
berhubungan dengan ketaksaan. Ketaksaan mampu dihilangkan dalam suatu konteks
kalimat dengan menggunakan teori-teori yang ada termasuk teori kognitif
tersebut. Dimana adanya teori kognitif pragmatik ini mampu memilah maksud makna
yang ada dalam suatu konteks kalimat.
3) Makna abstrak dalam
teori kognitif, yakni mengedepankan pola pikir serta memunculkan ide pada
penutur serta lawan penutur dengan menggunakan kemampuan kogitif masing-masing
pengguna bahasa.
4) Semakin tingginya
kemampuan kognitif seseorang dalam berbahasa semakin mudahnya seseorang untuk
dapat memahami informasi makna ganda yang terkandung dalam tiap-tiap tuturan
kalimat lawan bicara sehingga semakin meminimalisir adanya ketaksaan bahasa
terutama dalam bahasa Asing.
DAFTAR PUSTAKA
Leech, Geoffrey N. 1983, Principles of
Pragmatics, London, New York: Longman
Searle, J. 1975, Indirect Speech Act
dalam P.Cole dan J. Morgan (ed), Syntax and Semantics
Subandi 2005, Antara
Kebohongan dan Kesopanan, makalah Seminar Nasional Kajian Jepang
Se-Indonesia bekerjasama dengan The Japan Foundations Jakarta di Jakarta
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik
Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Semantik
2. Pemahaman Ilmu Makna. Bandung:
ERESCO.
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Semantik
1. Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: ERESCO.
http://badranaya11.multiply.com/journal/item/2?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
Tidak ada komentar:
Posting Komentar